Selasa, 01 April 2014

Tradisi Omed Omedan

  Pengertian dan sejarah

Dalam bahasa Indonesia, omed-omedan berarti tarik-menarik.Namun dalam bahasa Bali, sama halnya dengan paid-paidan yang artinya juga tarik-menarik. Tradisi omed-omedan adalah upacara adat yang diperingati warga Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar Selatan. Konon mulanya, usai Hari Raya Nyepi, teruna-teruni (pemuda-pemudi) sekitar kerajaan Puri Oka menggelar permainan med-medan. Mereka tarik-menarik, semakin seru dan gembiranya mereka kemudian saling merangkul, dan keadaan menjadi gaduh karenanya. Susasana ricuh tersebut di dengar raja Puri Oka yang sedang sakit, beliau marah besar dan kemudian ia berniat keluar untuk menghardik sumber kegaduhan tersebut. Namun setibanya ia diluar dan menyaksikan adegan itu, amarahnya hilang. Sejenak rasa sakitnya berkurang, dan mendadak hilang hingga ia sehat seperti sedia kala. Sang raja dapat tersenyum, dan bahagia kembali.
Semenjak saat itu, raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan dilaksanakan tiap tahun, tiap tanggal satu tahun Cakka kalender Bali, atau yang dikenal dengan Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi). Menurut I Gusti Ngurah Oka, tradisi ini merupakan luapan kebahagiaan anak-anak muda saat Ngambek Geni. Selain sebagai unsur hiburan, sampai saat ini tradisi omed-omedan memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghormatan terhadap leluhur, memupuk rasa kesetiakawanan dalam kerangka saling asah, asih dan asuh. Juga menjaga keharmonisan hubungan sesuai dengan norma yang berlaku, membangun solidaritas dan persatuan masyarakat dalam situasi bahagia.


Prosesi Omed-omedan

      Para teruna-teruni yang mengikuti tradisi adalah warga Banjar yang menginjak dewasa namun belum menikah, umumnya berusia 17 hingga 30 tahun. Sebelum acara dimulaisekitar pukul 14.00 wita, mereka berkumpul untuk bersembahyang bersama. Seusai kegiatan tersebut, semua peserta dibagi menjadi dua kelompok. Yang putra menjadi satu barisan, dan yang putri berada pada barisan lain. Kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh desa memberikan aba-aba, kedua kelompok saling mendekat. Peserta yang akan melakukan tradisi ini digendong sesuai urutannya, kemudian di pertemukan dengan pasangan lawan jenisnya. Setelah bertemu pada suatu titik kemudian mereka saling tarik menarik, berpelukan dan berciuman disaksikan ribuan penonton termasuk warga sekitar.
      Prosesi tersebut dilakukan bergantian dan bergiliran hingga semua peserta kebagian berciuman. Namun menurut cerita, untuk mencium pasangan tidaklah mudah, mengingat ramainya dan berjubel para penonton yang memadati area. Bagi mereka yang berhasil mencium pasangannya, dibolehkan berhenti setelah para tetua adat membunyikan peluit. Jika tidak berhasil, pasangan tersebut akan disiram air hingga basah kuyub. Awalnya siraman air ini hanya diberlakukan untuk pasangan yang gagal berciuman, namun karna antusias dengan kemeriahan tersebut, hampir tiap peserta diguyur setelah usai berciuman. Sehingga tradisi ini memang rentan dengan air dan basah-basahan.

Upacara nyepi dan Ngembak geni

Hari Nyepi 

Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian. Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu: amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bekerja) dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan). Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya. Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.

Ngembak Geni 
Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa. Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru. Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain.

Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu. Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu. Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Upacara Pengrupukan

Upacaca yang biasa di sebut sebagai upacara ngerupuk ini adalah merupakan upacara yang dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari (sandhyakala) setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah) sehari sebelum upacara Nyepi.
Seperti dijelaskan dalam Wikipedia, pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.

Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia, upacara ngrupuk ini dilakukan pada saat sandhyakala setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah sehari sebelum Hari Raya Nyepi, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur.

Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian.

Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa. Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar.

Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.

Sebagai tambahan, dalam perayaan pengerupakan ini, untuk sanggah cucuk ring Pamrajan / Sanggah; menghaturkanBanten Pejati, yaitu :
sedangkan di halaman pura atau natar merajan; menghaturkan segehan putih kuning atanding. 

Upacara Melasti

Upacara Melasti

Pelaksaan Upacara Melasti dilakukan tiga hari (tilem kesanga) sebelum Hari Raya Nyepi, Upacara Melastibisa juga sebut upacara Melis atau Mekilis, dimana pada hari ini umat Hindu melakukan sembahyangan di tepi pantai dengan tujuan untuk mensucikan diri dari segala perbuatan buruk di masa lalu dan membuangnya kelaut,ini dilaksanakan sebelum merayakan Tapa Brata penyepian.
Dalam lontar Sundarigama berbunyi seperti ini:"....manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata.". Sementara Melasti dalam ajaran Hindu Bali berbunyi nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumberTirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Umat Hindu di Bali melaksanakan upacara Melasti sebagai rangkaian pelaksanaan perayaan Hari Raya Nyepi.
Selain melakukan sembahyang, Melasti juga adalah hari pembersihan dan penyucian aneka benda sakral milik Pura (pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya) benda benda tersebut di usung dan diarak mengelilingi desa, ini bertujuan menyucikan desa, selanjutnya menuju samudra, laut, danau, sungai atau mata air lainnya yang dianggap suci.
Upacara dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Untuk menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi  berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah).

Makna dari upacara Melasti adalah suatu proses pembersihan diri manusia, alam dan benda benda yang di anggap sakral untuk dapat suci kembali dengan melakukan sembahyang dan permohon kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), lewat perantara air kehidupan (laut, danau, sungai ), dengan jalan dihayutkan agar segala kotoran tersebut hilang dan suci kembali. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
Pelaksanaan Ritual dan seluruh perlengkapan (pralingga atau pratima Ida Bhatara benda benda yang suci dan dianggap Sakral)harus sudah kembaliberada di bale agung selambat lambatnya menjelang sore.

Pelaksaaan upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai simbolis Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaituWisnu, Siwa, dan Brahma. serta Jumpana singgasana Dewa Brahma.

Dalam Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti:
  1. Mengingatkan agar terus meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Pelaksanaan Upacara:
  1. Upacara Melasti dimulai iring-iringan umat membawa sarana-sarana upacara serta jempana dan barong yang akan diarak menuju tempat sumber air (danau, sungai atau pantai yang letaknya tidak jauh dari Pura di desa terdekat) dengan diiringi tabuh beleganjur.
  2. Setelah tiba di tepi sumber air, upacara Melaspas  dilanjutkan dengan proses pengambilan air suci gunak membersihkan sarana-sarana upacara termasuk jempana dan barong. Dalam pelaksanaan upacara ini dilakukan sembahyangan bersama. Setelah sembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong dibawa kembali ke pura.
  3. Upacara Melaspas kemudian dilanjutkan dengan upacara Tawur Agung yang dilaksanakan di pelataran parkir Pura. Dalam upacara Tawur Agung ini dihaturkan persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah penghaturan caru dilanjutkan dengan pengerupukan dengan membunyikan kentongan dan membakar obor. Obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa berkeliling  di areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran parkir semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.
  4. Upacara pengerupukan dan Tawur Agung ditutup dengan pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat pembakaran sarana upacara. Setelah kirtan, umat berisitirahat sambil menunggu pesiapan persembahyangan tilem. Persembahyangan tilem berjalan dengan khidmat dan lancar hingga usai.
Pelaksanaan Upacara Melasti ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang saat menarik untuk disaksikan, bagi anda yang ini melihat keunikannya upacara Melasti, kita tunggu kedatangan anda ke Bali pulau Dewata.