Selasa, 01 April 2014

Tradisi Omed Omedan

  Pengertian dan sejarah

Dalam bahasa Indonesia, omed-omedan berarti tarik-menarik.Namun dalam bahasa Bali, sama halnya dengan paid-paidan yang artinya juga tarik-menarik. Tradisi omed-omedan adalah upacara adat yang diperingati warga Banjar Kaja, Desa Sesetan, Denpasar Selatan. Konon mulanya, usai Hari Raya Nyepi, teruna-teruni (pemuda-pemudi) sekitar kerajaan Puri Oka menggelar permainan med-medan. Mereka tarik-menarik, semakin seru dan gembiranya mereka kemudian saling merangkul, dan keadaan menjadi gaduh karenanya. Susasana ricuh tersebut di dengar raja Puri Oka yang sedang sakit, beliau marah besar dan kemudian ia berniat keluar untuk menghardik sumber kegaduhan tersebut. Namun setibanya ia diluar dan menyaksikan adegan itu, amarahnya hilang. Sejenak rasa sakitnya berkurang, dan mendadak hilang hingga ia sehat seperti sedia kala. Sang raja dapat tersenyum, dan bahagia kembali.
Semenjak saat itu, raja lalu mengeluarkan titah agar omed-omedan dilaksanakan tiap tahun, tiap tanggal satu tahun Cakka kalender Bali, atau yang dikenal dengan Ngembak Geni (sehari setelah Nyepi). Menurut I Gusti Ngurah Oka, tradisi ini merupakan luapan kebahagiaan anak-anak muda saat Ngambek Geni. Selain sebagai unsur hiburan, sampai saat ini tradisi omed-omedan memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah penghormatan terhadap leluhur, memupuk rasa kesetiakawanan dalam kerangka saling asah, asih dan asuh. Juga menjaga keharmonisan hubungan sesuai dengan norma yang berlaku, membangun solidaritas dan persatuan masyarakat dalam situasi bahagia.


Prosesi Omed-omedan

      Para teruna-teruni yang mengikuti tradisi adalah warga Banjar yang menginjak dewasa namun belum menikah, umumnya berusia 17 hingga 30 tahun. Sebelum acara dimulaisekitar pukul 14.00 wita, mereka berkumpul untuk bersembahyang bersama. Seusai kegiatan tersebut, semua peserta dibagi menjadi dua kelompok. Yang putra menjadi satu barisan, dan yang putri berada pada barisan lain. Kedua kelompok tersebut mengambil posisi saling berhadapan di jalan utama desa. Setelah seorang sesepuh desa memberikan aba-aba, kedua kelompok saling mendekat. Peserta yang akan melakukan tradisi ini digendong sesuai urutannya, kemudian di pertemukan dengan pasangan lawan jenisnya. Setelah bertemu pada suatu titik kemudian mereka saling tarik menarik, berpelukan dan berciuman disaksikan ribuan penonton termasuk warga sekitar.
      Prosesi tersebut dilakukan bergantian dan bergiliran hingga semua peserta kebagian berciuman. Namun menurut cerita, untuk mencium pasangan tidaklah mudah, mengingat ramainya dan berjubel para penonton yang memadati area. Bagi mereka yang berhasil mencium pasangannya, dibolehkan berhenti setelah para tetua adat membunyikan peluit. Jika tidak berhasil, pasangan tersebut akan disiram air hingga basah kuyub. Awalnya siraman air ini hanya diberlakukan untuk pasangan yang gagal berciuman, namun karna antusias dengan kemeriahan tersebut, hampir tiap peserta diguyur setelah usai berciuman. Sehingga tradisi ini memang rentan dengan air dan basah-basahan.

Upacara nyepi dan Ngembak geni

Hari Nyepi 

Hari raya nyepi dirayakan oleh umat dengan cara melakukan Catur Bratha Penyepian. Catur bratha penyepian terdiri dari empat macam pantangan yaitu: amati geni (tidak menyalakan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bekerja) dan amati lelanguan (tidak melakukan kegiatan hiburan). Semua pantangan in dilakukan untuk mengekang hawa nafsu dan segala keinginan jahat sehingga dicapai suatu ketenangan atau kedamaian batin. Dengan ini pikiran manusia bisa terintropeksi atas segala perbuatannya pada masa lalu dan pada saat yang sama memupuk perbuatan yang baik untuk tahun berikutnya. Semua ini dilakukan selama satu hari penuh pada hari raya nyepi.

Ngembak Geni 
Sehari setelah hari raya nyepi, semua aktivitas kembali berjalan seperti biasa. Hari ini dimulai dengan persembahyangan dan pemanjatan doa kepada Hyang Widhi untuk kebaikan pada tahun yang baru. Pada hari ngembak geni ini hendaknya umat saling bersilatuahmi dan memaafkan satu sama lain.

Hari raya nyepi pada hakekatnya adalah hari pengekangan hawa nafsu dan intropeksi diri atas segala perbuatan yang dilakukan pada masa lalu. Pelaksanaan hari raya nyepi ini harus didasari dengan niat yang kuat, tulus dan ikhlas tanpa ada ambisi tertentu. Pengekangan hawa nafsu untuk mencapai kebebasan batin memang suatu ikatan tetapi ikatan itu dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Upacara Pengrupukan

Upacaca yang biasa di sebut sebagai upacara ngerupuk ini adalah merupakan upacara yang dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari (sandhyakala) setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah) sehari sebelum upacara Nyepi.
Seperti dijelaskan dalam Wikipedia, pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.

Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

Dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia, upacara ngrupuk ini dilakukan pada saat sandhyakala setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah sehari sebelum Hari Raya Nyepi, lalu mengelilingi rumah membawa obor, menaburkan nasi tawur.

Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat bunyi-bunyian.

Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa. Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar.

Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menetralisir Bhuta Kala, yaitu unsur-unsur kekuatan jahat.

Sebagai tambahan, dalam perayaan pengerupakan ini, untuk sanggah cucuk ring Pamrajan / Sanggah; menghaturkanBanten Pejati, yaitu :
sedangkan di halaman pura atau natar merajan; menghaturkan segehan putih kuning atanding. 

Upacara Melasti

Upacara Melasti

Pelaksaan Upacara Melasti dilakukan tiga hari (tilem kesanga) sebelum Hari Raya Nyepi, Upacara Melastibisa juga sebut upacara Melis atau Mekilis, dimana pada hari ini umat Hindu melakukan sembahyangan di tepi pantai dengan tujuan untuk mensucikan diri dari segala perbuatan buruk di masa lalu dan membuangnya kelaut,ini dilaksanakan sebelum merayakan Tapa Brata penyepian.
Dalam lontar Sundarigama berbunyi seperti ini:"....manusa kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata.". Sementara Melasti dalam ajaran Hindu Bali berbunyi nganyudang malaning gumi ngamet Tirta Amerta atau menghanyutkan kekotoran alam menggunakan air kehidupan. Laut sebagai simbol sumberTirtha Amertha (Dewa Ruci, Pemuteran Mandaragiri). Umat Hindu di Bali melaksanakan upacara Melasti sebagai rangkaian pelaksanaan perayaan Hari Raya Nyepi.
Selain melakukan sembahyang, Melasti juga adalah hari pembersihan dan penyucian aneka benda sakral milik Pura (pralingga atau pratima Ida Bhatara dan segala perlengkapannya) benda benda tersebut di usung dan diarak mengelilingi desa, ini bertujuan menyucikan desa, selanjutnya menuju samudra, laut, danau, sungai atau mata air lainnya yang dianggap suci.
Upacara dilaksanakan dengan melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh peserta upacara mengenakan baju putih. Setelah upacara Melasti usai dilakukan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura desa. Sebelum Ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat Hindu di Bali berharap mendapat kesucian diri lahir batin serta mendapatkan berkah dari Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.
Untuk menyambut Hari Raya Nyepi, pelaksaan upacara Melasti ini di bagi  berdasarkan wilayah, di Ibukota provinsi dilakukan Upacara Tawur. Di tingkat kabupaten dilakukan upacara Panca Kelud. Di tingkat kecamatan dilakukan upacara Panca Sanak. Di tingkat desa dilakukan upacara Panca Sata. Dan di tingkat banjar dilakukan upacara Ekasata. Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah).

Makna dari upacara Melasti adalah suatu proses pembersihan diri manusia, alam dan benda benda yang di anggap sakral untuk dapat suci kembali dengan melakukan sembahyang dan permohon kepada Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha Esa), lewat perantara air kehidupan (laut, danau, sungai ), dengan jalan dihayutkan agar segala kotoran tersebut hilang dan suci kembali. Upacara ini juga bertujuan memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar Umat Hindu diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian Hari Raya Nyepi.
Pelaksanaan Ritual dan seluruh perlengkapan (pralingga atau pratima Ida Bhatara benda benda yang suci dan dianggap Sakral)harus sudah kembaliberada di bale agung selambat lambatnya menjelang sore.

Pelaksaaan upacara Melasti dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai simbolis Trimurti, 3 dewa dalam Agama Hindu, yaituWisnu, Siwa, dan Brahma. serta Jumpana singgasana Dewa Brahma.

Dalam Lontar Sunarigama dan Sang Hyang Aji Swamandala ada empat hal yang dipesankan dalam upacara Melasti:
  1. Mengingatkan agar terus meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring parwatek dewata).
  2. Peningkatan bakti itu untuk membangun kepedulian agar dengan aktif melakukan pengentasan penderitaan hidup bersama dalam masyarakat (anganyutaken laraning jagat).
  3. Membangun sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus melakukan upaya untuk menguatkan diri dengan membersihkan kekotoran rohani diri sendiri (anganyut aken papa klesa).
  4. Bersama-sama menjaga kelestarian alam ini (anganyut aken letuhan bhuwana).
Pelaksanaan Upacara:
  1. Upacara Melasti dimulai iring-iringan umat membawa sarana-sarana upacara serta jempana dan barong yang akan diarak menuju tempat sumber air (danau, sungai atau pantai yang letaknya tidak jauh dari Pura di desa terdekat) dengan diiringi tabuh beleganjur.
  2. Setelah tiba di tepi sumber air, upacara Melaspas  dilanjutkan dengan proses pengambilan air suci gunak membersihkan sarana-sarana upacara termasuk jempana dan barong. Dalam pelaksanaan upacara ini dilakukan sembahyangan bersama. Setelah sembahyangan bersama seluruh sarana-sarana upacara serta barong dibawa kembali ke pura.
  3. Upacara Melaspas kemudian dilanjutkan dengan upacara Tawur Agung yang dilaksanakan di pelataran parkir Pura. Dalam upacara Tawur Agung ini dihaturkan persembahan berupa caru yang ditujukan kepada para bhuta. Setelah penghaturan caru dilanjutkan dengan pengerupukan dengan membunyikan kentongan dan membakar obor. Obor dan suara dari kentongan tersebut dibawa berkeliling  di areal Pura. Sesampainya kembali di pelataran parkir semua sarana upacara tersebut dibakar menjadi satu.
  4. Upacara pengerupukan dan Tawur Agung ditutup dengan pelaksanaan kirtan Tri Murti di tempat pembakaran sarana upacara. Setelah kirtan, umat berisitirahat sambil menunggu pesiapan persembahyangan tilem. Persembahyangan tilem berjalan dengan khidmat dan lancar hingga usai.
Pelaksanaan Upacara Melasti ini menjadi salah satu daya tarik wisata yang saat menarik untuk disaksikan, bagi anda yang ini melihat keunikannya upacara Melasti, kita tunggu kedatangan anda ke Bali pulau Dewata.

Sabtu, 15 Maret 2014

Hari Raya Pagerwesi

Hari Raya Pagerwesi ini jatuh tiap 6 bulan ( 210 hari ) pada Rabu Kliwon Shita, Pagerwesi juga termasuk rerainan gumi, artinya hari raya untuk semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Hari Pagerwesi yaitu hari yang di khususkan untuk memagari jiwa dalam peyucian diri untuk dapat menerima kemuliaan dan berkah dari Sanghyang Pramesti Guru . (Tuhan Yang Maha Pencipta).
Pagerwesi mempunyai arti Pagar dari Besi. Ini melambangkan Segala sesuatu yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat atau dalam pengertian lain, sesuatu yang bernilai tinggi jangan sampai mendapat gangguan apa lagi dirusak. Bagi umat Hindu Hari Raya Pagerwesi dalam bahasa Bali-nya disebut magehang awak, Sanghyang Pramesti Guru dengan nama lain Dewa Siwa adalah manifestasi Tuhan yang di percaya menjadi gurunya manusia dan alam semesta ini juga yakini dapat menghapus segala hal hal yang buruk dalam diri manusia.
Dalam lontar Sundarigama disebutkan, 
Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwa tumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.
Kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia mempunyai arti sebagai berikut :
Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia.
Pelaksanaan upacara Pagerwesi sesungguhnya dititik beratnya kepada para pendeta atau rohaniawan pemimpin agama. Karena mereka yang lebih mengerti dan memahami tentang keberadaan Sang Hyang Pramesti Guru beserta para dewa lainnya, lalu kemudian disebar luaskan dan diajarkan kepada masyarakat dan umat Hindu Khususnya.
Pelaksaan Hari Raya Pagerwesi ini diadakan saat tengah malam dengan upacara dan persembahan yang ditujukan untuk Panca Maha Bhuta. Panca Maha Bhuta adalah 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri tanah, air, api, angin, ruang/tempat. Setelah upacara panca maha bhuta selesai dilaksanakan lalu di lakukan Yoga-Samadhi yang bertujuan untuk menentramkan hati dan pikiran agar dapat menahan gejolak dan hasrat yang tidak baik. Selain itu juga pada saat Hari Haya Pagerwesi dianjurkan berpuasa selama 1 hari ( 24 jam ). Konon pada jam 3:30 Sang Hyang Pramesti Guru disertai para Dewa dan Pitara, turun memberikan berkah pencerahaan kepada umat nya yang benar benar menjalankan.
Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan "pager besi" untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi.
Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung kemasyarakat, disitu anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga unikan dari upacara tersebut
Dari semua tulisan diatas disimpulkan bila Kehidupan kita tidak dipagari dan dibentengi dengan kebaikan ,pengetahuan yang cukup dan bimbingan rohani yang benar juga iman yang kuat, maka moral manusia akan rusak. Dengan Yoga-Samadhi kita memusatkan pikiran kita untuk menghadap sang Pencipta sebagai ungkapan terimakasih dengan apa yang telah diberikannya, Kunci dari itu semua kita perlu adanya Guru yang dapat membimbing kita agar dapat menuju ke arah yang lebih baik dan benar, sedang kan Hari raya Pagerwesi adalah hari untuk mengingatkan kita agar selalu menjalankan perintahnya, menjauhi larangannya, bersyukur, berlindung dan berbakti kepada Tuhan sebagai Guru sejati yang memberikan pengetahuan, kesejahteraan dan kemakmuran yang juga menciptakan alam beserta isinya.

Hari Raya Saraswati

Halo blogger dan Ibu Sukeni, sudah lama saya tidak memposting…..
Karena berhubung kita sudah melewati 2 hari raya besar di Bali yaitu Saraswati dan Pagerwesi, hari ini saya akan membahasnya di blog saya satu persatu.

(Sumber: Buku "Yadnya dan Bhakti" Oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni)

Saraswati adalah nama dewi, Sakti Dewa Brahma (dalam konteks ini, sakti berarti istri). Dewi Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. Dalam berbagai lontar di Bali disebutkan "Hyang Hyangning Pangewruh."

Di India umat Hindu mewujudkan Dewi Saraswati sebagai dewi yang amat cantik bertangan empat memegang: wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri (japa mala) dan bunga teratai. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan di sebe-lahnya ada burung merak. Dewi Saraswati oleh umat di India dipuja dalam wujud Murti Puja. Umat Hindu di Indonesia memuja Dewi Saraswati dalam wujud hari raya atau rerahinan.

Hari raya untuk memuja Saraswati dilakukan setiap 210 hari yaitu setiap hari Sabtu Umanis Watugunung. Besoknya, yaitu hari Minggu Paing wuku Sinta adalah hari Banyu Pinaruh yaitu hari yang merupakan kelanjutan dari perayaan Saraswati. Perayaan Saraswati berarti mengambil dua wuku yaitu wuku Watugunung (wuku yang terakhir) dan wuku Sinta (wuku yang pertama). Hal ini mengandung makna untuk mengingatkan kepada manusia untuk menopang hidupnya dengan ilmu pengetahuan yang didapatkan dari Sang Hyang Saraswati. Karena itulah ilmu penge-tahuan pada akhirnya adalah untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewi Saraswati.

Pada hari Sabtu wuku Watugunung itu, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang stana pemujaan Dewi Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara Saraswati. Upacara Saraswati yang paling inti adalah banten (sesajen) Saraswati, daksina, beras wangi dan dilengkapi dengan air kumkuman (air yang diisi kembang dan wangi-wangian). Banten yang lebih besar lagi dapat pula ditambah dengan banten sesayut Saraswati, dan banten tumpeng dan sodaan putih-kuning. Upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari.

Menurut keterangan lontar Sundarigama tentang Brata Saraswati, pemujaan Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi.

Besoknya pada hari Radite (Minggu) Paing wuku Sinta dilangsungkan upacara Banyu Pinaruh. Kata Banyu Pinaruh artinya air ilmu pengetahuan. Upacara yang dilakukan yakni menghaturkan laban nasi pradnyam air kumkuman dan loloh (jamu) sad rasa (mengandung enam rasa). Pada puncak upacara, semua sarana upacara itu diminum dan dimakan. Upacara lalu ditutup dengan matirtha. Upacara ini penuh makna yakni sebagai lambang meminum air suci ilmu pengetahuan.

Filosofi dan Mitologi
Upacara dan upakara dalam agama Hindu pada hakikatnya mengandung makna filosofis sebagai penjabaran dari ajaran agama Hindu. Secara etimologi, kata Saraswati berasal dari Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang berarti "sesuatu yang mengalir" atau "ucapan". Kata Wati artinya memiliki. Jadi kata Saraswati secara etimologis berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis mes-kipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia.

Sebagaimana disebutkan, Saraswati juga berarti makna ucapan atau kata yang bermakna. Kata atau ucapan akan memberikan makna apabila didasarkan pada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar orang untuk menjadi manusia yang bijaksana. Kebijaksanaan merupakan dasar untuk mendapatkan kebahagiaan atau ananda. Kehidupan yang bahagia itulah yang akan mengantarkan atma kembali luluh dengan Brahman.

Dalam upacara atau hari raya Saraswati, bagi umat Hindu di Indonesia, upacara dihaturkan dalam tumpukan lontar-lontar atau buku-buku keagamaan dan sastra termasuk pula buku-buku ilmu pengetahuan lainnya. Bagi umat Hindu di Indonesia aksara yang merupakan lambang itulah sebagai stana Dewi Saraswati. Aksara dalam buku atau lontar adalah rangkaian huruf yang membangun ilmu pengetahuan aparawidya maupun parawidya. Aparawidya adalah ilmu pengetahuan tentang ciptaan Tuhan seperti Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Parawidya adalah ilmu pengetahuan tentang sang pencipta yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu di Indonesia - juga di Bali - tidak ada pelinggih khusus untuk memuja Saraswati yang di Bali diberi nama lengkap Ida Sang Hyang Aji Saraswati.

Gambar atau patung Dewi Saraswati yang dikenal di Indonesia berasal dari India. Dewi Saraswati ada digambarkan duduk dan ada pula versi yang berdiri di atas angsa dan bunga padma. Ada juga yang berdiri di atas bunga padma, sedangkan angsa dan burung meraknya ada di sebelah menyebelah dengan Dewi Saraswati. Tentang perbedaan versi tadi bukanlah masalah dan memang tidak perlu dipersoalkan. Yang terpenting dari penggambaran Dewi Saraswati itu adalah makna filosofi yang ada di dalam simbol gambar tadi. Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat merangsang munculnya nafsu birahi.

Kecantikan Dewi Saraswati adalah kecantikan yang penuh wibawa. Memang orang yang berilmu itu akan menimbulkan daya tarik yang luar biasa. Karena itu dalam Kakawin Niti Sastra ada disebutkan bahwa orang yang tanpa ilmu pengetahun, amat tidak menarik biarpun yang bersangkutan muda usia, sifatnya bagus dan keturunan bangsawan. Orang yang demikian ibarat bunga merah menyala tetapi tanpa bau harum sama sekali. Sedangkan cakepan atau daun lontar yang dibawa Dewi Saraswati merupakan lambang ilmu pengetahuan. Sedangkan genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa. Ber-japa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Ini berarti pula, ilmu pengetahuan yang mengajarkan menjauhi Tuhan adalah ilmu yang sesat.

Wina yaitu sejenis alat musik, yang di Bali disebut rebab. Suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi. Bunga padma adalah lambang Bhuana Agung stana Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti ilmu pengetahuan yang suci itu memiliki Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Teratai juga merupakan lambang kesucian sebagai hakikat ilmu pengetahuan.

Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya adalah hanya makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar dengan sendirinya. Demikianlah, orang yang telah dapat menguasai ilmu pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka. Wiweka artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek dan yang benar dengan yang salah.

Bunga Padma atau bunga teratai adalah bunga yang melambangkan alam semesta dengan delapan penjuru mata anginnya (asta dala) sebagai stana Tuhan. Burung merak adalah lambang kewibawaan. Orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan. Sehubungan dengan ini, Swami Sakuntala Jagatnatha dalam buku Introduction of Hinduisme menjelaskan bahwa ilmu yang dapat dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau sombong. Karena itu ilmu itu harus diserahkan pada Dewi Saraswati sehingga pemiliknya menjadi penuh wibawa karena egoisme atau kesombongan itu telah disingkirkan oleh kesucian dari Dewi Saraswati. Ilmu pengetahuan adalah untuk memberi pelayanan kepada manusia dan alam serta untuk persembahan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di dalam upakara yang disebut Banten Saraswati salah satu unsurnya ada disebut jajan Saraswati. Jajan ini dibuat dari tepung beras berwarna putih dan berisi lukisan dua ekor binatang cecak. Mata cecak itu dibuat dari injin (beras hitam) dan di sebelahnya ada telur cecak. Dalam banten Saraswati itu mempunyai arti yang cukup dalam. Menurut para ahli Antropologi, bangsa-bangsa Austronesia memiliki kepercayaan bahwa binatang melata seperti cecak diyakini memiliki kekuatan dan kepekaan pada getaran-getaran spiritual. Jajan Saraswati yang berisi gambar cecak memberi pelajaran bahwa ilmu pengetahuan itu jangan hanya berfungsi mengembangkan kekuatan ratio atau pikiran saja, tetapi harus mampu mendorong manusia untuk memiliki kepekaan intuisi sehingga dapat menangkap getaran-getaran rohani.

Dalam lontar Saraswati juga memakai daun beringin. Daun beringin adalah lambang kelanggengan atau keabadian serta pengayoman. Ini berarti ilmu pengetahuan itu bermaksud mengantarkan kepada kehidupan yang kekal abadi. Ilmu pengetahuan juga berarti pengayoman.

Tentang Dewi Saraswati ada cerita menarik yang terdapat dalam Utara Kanda bagian dari epos Ramayana. Dalam cerita tersebut dikisahkan Dewi Saraswati bersemayam secara gaib di lidah Kumbakarna sehingga dunia terhindar dari kekacauan. Alkisah Resi Waisrawa beristri Dewi Kaikaisi. Pasangan Resi ini berputra empat orang, tiga orang laki dan seorang perempuan. Putra sang resi yang pertama bernama Dasa Muka (Rahwana), kedua Kumbakarna, ketiga bernama Dewi Surpanaka dan yang terkecil bernama Gunawan Wibhisana. Sang Resi menugaskan putra laki-lakinya supaya bertapa di gunung Gokarna. Ketiga putra Resi Waisrawa itu kemudian membangun tempat pertapaan yang terpisah-pisah di gunung Gokarna. Bertahun-tahun mereka bertapa dengan teguh dan tekunnya. Karena ketekunannya itu, lalu Dewa Brahma berkenan memberikan anugrah.

Pertama-tama Dewa Brahma mendatangi Rahwana. Dewa Brahma menanyakan tentang apa yang diharapkan dalam tapanya ini. Rahwama mengajukan permohonan dapat kiranya Dewa Brahma menganugrahkan kekuasaan di seluruh dunia. Semua dewa, gandarwa, manusia dan seluruh makhluk di dunia ini tunduk padanya. Permohonan Rahwana ini dikabulkan.

Selanjutnya Dewa Brahma menuju pertapaan Gunawan Wibhisana dan menyatakan pula akan memberikan anugrah atas tapanya. Gunawan Wibhisana menyampaikan permohonannya dapat kiranya Dewa Brahma memberikan anugrah berupa kesehatan dan ketenangan rohani, memiliki sifat-sifat utama dan taat melakukan pemujaan kepada Tuhan. Dewa Brahma mengabulkan permohonan Wibhisana. Begitu Dewa Brahma akan beranjak menuju pertapaan Kumbakarna para dewa berdatang sembah kepada Dewa Brahma. Para dewa memohon agar Dewa Brahma tidak menganugrahkan permohonan Kumbakarna. Pasalnya, Kumbakarna berbadan raksasa yang maha hebat. Kalau ia punya kesaktian, sungguh sangat membahayakan keselamatan manusia di dunia. Meskipun ada permohonan para dewa itu, Dewa Brahma bertekad memberikan anugrah. Sebab, jika tidak, Brahma merasa berlaku tidak adil kepada ketiga putra Resi Waisrawa. Apalagi Kumbakarna juga melakukan tapa yang tekun sehingga layak mendapat anugrah. Namun untuk memenuhi permohonan para dewa itu, Dewa Brahma punya akal. Istri atau saktinya yaitu Dewi Saraswati diutus supaya berstana di lidah Kumbakarna dan bertugas untuk membuat lidahnya salah ucap.

Setelah itu Dewa Brahma datang memberikan anugrah pada Kumbakarna. Kumbakarna memohon anugrah yakni agar selama hidupnya selalu senang. Karena itu ia semestinya mengucapkan "suka sada". Namun akibat Saraswati membelokkan lidah Kumbakarna, ucapan yang terlontar dari mulut raksasa tinggi besar itu adalah "supta sada" yang artinya selalu tidur. Suka artinya senang dan supta artinya tidur. Andaikata Kumbakarna mendapatkan anugrah hidup bersenang-senang, maka besar kemungkinannya ia selalu meng-humbar hawa nafsu. Raksasa yang menghumbar hawa nafsu tentu akan dapat mengacaukan kehidupan di dunia. Demikianlah peranan Dewi Saraswati, dengan kata-kata yang tersaring dalam lidah dapat menyelamatkan dunia dari kekacauan.

Di dalam kesusastraan Weda, Saraswati adalah nama sungai yang disebut Dewa Nadi artinya sungainya para dewa. Sungai Saraswati terletak di selatan daerah Brahmawarta atau Kuruksetra. Di sebelah utara Kuruksetra ada sungai bernama sungai Dasdwati. Kedua sungai itu diyakini berasal dari Indraloka. Karena itulah disebut Dewa Nadi. Keterangan ini juga diuraikan dalam Manawa Dharmasastra II,17. Karena itulah sungai Saraswati amat dihormati dalam puja mantra agama Hindu seperti dalam mantra Sapta Tirtha atau Sapta Gangga uang menyebutkan tujuh sungai utama di India. Tujuh sungai itu yaitu sungai Gangga, Saraswati, Shindu, Wipasa, Kausiki, Yamuna dan Serayu. Dalam mantram Surya Sewana, Saraswati dipuja pula dalam Catur Resi yaitu Sarwa Dewa, Sapta Resi, Sapta Pitara dan Saraswati.

Dewi Saraswati diyakini pula sebagai pemelihara kitab suci Weda. Hal ini diceritakan dalam Salya Parwa sebagai berikut. Di lembah sungai Saraswati, terdapat tujuh resi ahli Weda yaitu Resi Gautama, Bharadwaja, Wiswamitra, Yamadageni, Resi Wasistha, Kasiyapa dan Atri. Ketika musim kemarau datang, keadaan di lembah sungai Saraswati itu kering. Tumbuh-tumbuhan tidak dapat tumbuh dengan baik. Bahan makanan pun menjadi sulit didapat. Karena keadaan alam yang gersang seperti itu, Sapta Resi itupun pindah ke tempat lain. Sedangkan putra Dewi Saraswati yang bernama Saraswata masih setia bertempat tinggal di lembah sungai Saraswati. Karena kesetiaannya tinggal di tempat itu, Saraswata mendapat perlindungan dari ibunya. Saraswata tetap mendapat bahan makanan dari lembah sungai itu. Para Resi yang meninggalkan lembah sungai Saraswati, lambat laun tidak tahan pada keadaan yang dialaminya. Karena di tempatnya yang baru, mereka sulit juga mengubah nasib. Lagi pula para resi tadi telah lupa pada isi Weda. Padahal, memahami Weda merupakan suatu kewajiban yang mutlak sebagai identitas seorang resi. Gelar resinya akan tanpa makna kalau sampai lupa pada isi Weda.

Keadaan itu menyebabkan sang Sapta Resi kembali ke lembah sungai Saraswati. Di lembah sungai Saraswati itulah para resi mohon kesediaan Dewi Saraswati membangkitkan kesadarannya untuk kembali dapat memahami isi Weda yang merupakan tugas pokoknya. Dewi Saraswati memberi anugrah apabila para resi bersedia menjadi siswanya. Para resi bertanya, apakah patut orang yang lebih tua berguru pada yang muda karena Dewi Saraswati masih sangat muda. Terhadap pertanyaan ini, Dewi Saraswati menjelaskan, seorang guru kerohanian tidaklah tergantung pada umurnya, kekayaannya, kebangsawanannya. Seorang guru kerohanian patut dilihat dari kemampuannya menguasai dan menyampaikan isi Weda. Kedewasaan spiritual Wedalah yang menjadi patokan utama. Penjelasan itu yang menyebabkan semua resi tetap berguru pada Dewi Saraswati.

Setelah kejadian itu, datang lagi enam puluh ribu orang menghadap Dewi Saraswati agar diterima sebagai murid karena ingin mendalami lautan rohani Weda. Lewat para resi dan siswa tadi, Dewi Saraswati mengidupkan dan menyebarkan isi Veda ke seluruh pelosok dunia.

Mitologi Dewi Saraswati dijelaskan pula dalam kitab Aiterya Brahmana. Dikisahkan seorang pendeta bernama Resi Kawasa keturunan Sudra Wangsa. Pada suatu hari, sang resi memimpin suatu upacara yajña. Karena resi itu keturunan Sudra Wangsa, maka sang resi dilarang memimpin upacara oleh pendeta dari Wangsa Brahmana. Sang resi Kawasa diusir dan dibuang ke padang pasir dengan tujuan agar ia mati di tengah-tengah padang pasir yang gersang itu. Setelah ia berada di tengah-tengah padang pasir, Resi Kawasa tetap melakukan pemujaan kepada Tuhan. Karena khusuknya pemujaan, turunlah Dewi Saraswati dengan penuh kasih sayang. Resi Kawasa pun diajarkan Weda mantra lengkap dengan Stuti dan Stotranya. Karena ketekunannya, semua pelajaran dari Dewi Saraswati dapat dikuasainya dengan baik. Kesucian dan kemampuan Resi Kawasa akhirnya jauh meningkat dari sebelumnya.

Dewi Saraswati menganggap, kemampuan Resi Kawasa sudah luar biasa. Sang resi pun diizinkan kembali ke tempatnya oleh Dewi Saraswati. Setelah ia sampai di tempatnya semula, pendeta dari Wangsa Brahmana itu amat kagum atas keberhasilan Resi Kawasa. Resi Kawasa memang mampu menujukkan kemahirannya tentang Weda baik teori maupun praktek kehidupan sehari-hari berupa tingkah laku yang bersusila tinggi. Akibat keutamaannya itu, Resi Kawasa diakui semua umat dan semua resi sebagai brahmana pendeta sejati.

Demikianlah kekuasaan Dewi Saraswati akan dapat memberikan peningkatan kesucian dan kehormatan kepada mereka yang memujanya dengan sungguh-sunguh.

Pada Hari Raya Saraswati Tentang bunga padma yang di Bali disebut bunga tunjung dipegang oleh salah satu tangan patung atau gambar Dewi Saraswati adalah memiliki lambang-lambang tersendiri. Di dalam Kakawin Saraswati disebutkan, bunga padma putih yang sedang kembang merupakan lambang jantung di Bhuana Alit. Padma merah ada dalam hati, padma biru ada dalam empedu. Budi suci sebagai aliran sungai Sindhu selalu meyakini kesuburan bunga-bunga padma yang berwarna-warni itu. Kecakapan bagaikan aliran sungai Narmada. Kemurnian hatiku sebagai sungai Gangga. Dewi Saraswati berstana di lidah dan Dewi Irawati berstana di mata. Demikianlah tujuan pemujaan Dewi Saraswati. Kalau tujuan pemujaan Dewi Saraswati dapat tercapai maka terhindarlah kita dari godaan penyakit, kelakuan jahat dan buruk.

Semua perumpamaan itu adalah suatu metoda seni sastra agama untuk mendatang kehalusan budi. Agama mengarahkan hidup, ilmu pengetahuan memudahkan hidup, sedangkan seni menghaluskan hidup. Karena itulah, memuja Tuhan Yang Maha Esa menurut pandangan Hindu juga menggunakan aspek seni. Pemujaan kepada Dewi Saraswati tiada lain adalah memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam aspeknya sebagai sumber ilmu pengetahuan suci Weda. Menggapai kesucian Weda hendaknya juga melalui seni budaya yang indah. Khususnya yang didasarkan oleh keindahan seni itulah yang akan dapat dijadikan dasar untuk mencapai kesucian Sang Hyang Weda.


Hari Saraswati merupakan manifestasi Hyang Widhi sebagai Dewa Ilmu Pengetahuan, Kekuatan Hyang Widhi dalam manifestasi-Nya ini dilambangkan dengan seorang Dewi, Dewi membawa alat musik, Genitri,, Pustaka suci, Teratai, serta duduk di atas angsa.

1. Dewi simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu indah, cantik, menarik, dan lemah lembut dan mulia
2. Alat musik simbol, bahwa ilmu Pengetahuan itu seni budaya yang agung
3. Genetri simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu tak terbatas dan kekal abadi
4. Pustaka suci simbol, bahwa itu sumber ilmu pengetahuan yang suci
5. Teretai simbol, bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan kesucian Hyang Widhi
6. Anga adalah simbol kebijaksanaan, Angsa bisa membedakan antara yang baik dan buruk. 
Tunggu penjelasan saya tentang Hari Raya Pagerwesi di postingan berikutnya yaaaa!…..

Kamis, 06 Februari 2014

Pawiwahan

Halo teman-teman! Hari ini saya lagi membahas tentang pawiwahan di kelas saya. Yuk saya bagi2 apa itu pawiwahan dengan kalian! Semoga bermanfaat!

Pawiwahan adalah tradisi adat perkawinan Hindu di Bali (termasuk dalam manusa yadnya). Dalam pernikahan menurut pandangan orang bali disebutkan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia, harmonis dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Wiwaha atau nganten adalah ikatan suci dan komitment seumur hidup menjadi suami-istri dan merupakan ikatan sosial yang paling kuat antara laki laki dan wanita.

Wiwaha juga merupakan sebuah cara untuk meningkatkan perkembangan spiritual.

Lelaki dan wanita adalah belahan jiwa, yang melalui ikatan pernikahan dipersatukan kembali agar menjadi manusia yang seutuhnya karena di antara keduanya dapat saling mengisi dan melengkapi.

Wiwaha harus berdasarkan pada rasa saling percaya, saling mencintai, saling memberi dan menerima, dan saling berbagi tanggung jawab secara sama rata, saling bersumpah untuk selalu setia dan tidak akan berpisah.

Pawiwahan atau Pernikahan adat menurut orang bali pada hakekatnya adalah upacara persaksian kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah mengikatkan diri sebagai suami-istri.

Beberapa Sarana Pawiwahan disebutkan berupa :
  • Segehan cacahan warna lima, Api takep (api yang dibuat dari serabut kelapa), Tetabuhan (air tawar, tuak, arak berem), Padengan-dengan`/`pekata-kalaan,Pejati
  • Tikar dadakan (tikar kecil yang dibuat dari pandan), Pikulan (terdiri dari cangkul, tebu, cabang kayu dadap yang ujungnya berisi periuk, bakul yang berisi uang), Bakul, Pepegatan terdiri dari dua buah cabang dadap yang dihubungkan dengan benang putih.

Rangkaian upacara pawiwahan merupakan pengesahan karena sudah melibatkan tiga kesaksian yaitu:
  • Bhuta saksi (upacara mabeakala),
  • Dewa saksi (upacara natab bantenpawiwahan, mapiuning di Sanggah /Merajan), dan
  • Manusa saksi (dengan hadirnya prajurudesa adat, birokrat, dan sanak keluarga/ undangan lainnya).

Manusa saksi diwujudkan secara hukum dalam bentuk Akta Perkawinan, Sesuai dengan Undang-Undang No. 1/1974 pasal 2, Akta Perkawinan itu dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil.

Di Daerah Kabupaten yang kecil, pejabat catatan sipil kadang-kadang dirangkap oleh Bupati atau didelegasikan kepada Kepala Kecamatan.

Jadi tugas catatan sipil disini bukanlah “mengawinkan” tetapi mencatatkan perkawinan itu agar mempunyai kekuatan hukum.

Ada beberapa hal yang terkait dengan pawiwahan / perkawinan yaitu : 
  • Nyentana | mempelai laki-laki tinggal di rumah asal mempelai perempuan dan statusnya sebagai status mempelai perempuan dirumah istrinya ...
  • Upacara Pawiwahan Sadampati | upacara yang sangat sederhana, biayanya sedikit namun makna yang dikandung sangat tinggi, karena banten (upakara) yang digunakan  ....
  • Tugas dan kewajiban suami istri.
Untuk Urutan Upacara Pernikahan :
1. Upacara di rumah pengantin wanita :
2. Upacara di rumah pengantin lelaki :
  • Mareresik
  • Mapiuning di Sanggah Surya
  • Upacara suddi-wadhani
  • Mabeakala
  • Mapadamel
  • Metapak oleh kedua orang tua
  • Mejaya-jaya
  • Ngaturang ayaban
  • Natab peras sadampati
  • Pemuspaan / Sembahyang
  • Nunas wangsuhpada / bija
Untuk madelokan (kedua mempelai pulang menjengguk keluarga wanita), biasanya dilaksanakan setelah H+3 Pernikahan.
***
    Penyelesaian jenis - jenis perkawinan dijelaskan sebagai berikut : 

    Beberapa Tetandingan Banten Pawiwahan disebutkan sebagai berikut :

    Dan juga, doa untuk keselamatan penganten pada saat kita mengunjunginya sebagaimana yang disebutkan dalam mantra sembahyang sehari - hari, diucapkan dengan bait - bait berikut : 
    Om iha iwa stam mà wi yaustam
    wiswam àyur wyasnutam
    kridantau putrair naptrbhih
    modamànau swe grhe
     
    (Ya Tuhan, anugerahkanlah kepada pasangan penganten ini kebahagiaan, keduanya tiada terpisahkan dan panjang umur. Semoga penganten ini dianugerahkan putra dan cucu yang memberikan penghiburan, tinggal dirumah yang penuh kegembiraan.)

    Rabu, 29 Januari 2014

    SIWARATRI

    Halo teman-teman, berhubung sekarang (Rabu, 29 Januari 2014) merupakan hari Raya Siwaratri, yuk kita membahas sedikit tentang Siwaratri.

    Apa itu Siwaratri???
    1. Pengertian.
      Siwaratri adalah hari suci untuk melaksanakan pemujaan ke hadapan Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa dalam perwujudannya sebagai Sang Hyang Siwa. Hari Siwaratri mempunyai makna khusus bagi umat manusia, karena pada hari tersebut Sang Hyang Siwa beryoga. Sehubungan dengan itu umat Hindu melaksanakan kegiatan yang mengarah pada usaha penyucian diri, pembuatan pikiran ke hadapan Sang Hyang Siwa, dalam usaha menimbulkan kesadaran diri (atutur ikang atma ri jatinya). Hal itu diwujudkan dengan pelaksanaan brata berupa upawasa, monabrata dan jagra. Siwarâtri juga disebut hari suci pajagran.
    2. Waktu Pelaksanaan.
      Siwaratri jatuh pada hari Catur Dasi Krsna paksa bulan Magha (panglong ping 14 sasih Kapitu).
    3. Brata Siwarâtri.
      Brata Siwaratri terdiri dari:
      1. Utama, melaksanakan:
        1. Monabrata (berdiam diri dan tidak berbicara).
        2. Upawasa (tidak makan dan tidak minum).
        3. Jagra (berjaga, tidak tidur).
      2. Madhya, melaksanakan:
        1. Upawasa.
        2. Jagra.
      3. Nista, hanya melaksanakan:
        Jagra.
    4. Tata cara melaksanakan Upacara Siwarâtri.
      1. Untuk Sang Sadhaka sesuai dengan dharmaning kawikon.
      2. Untuk Walaka, didahului dengan melaksanakan sucilaksana (mapaheningan) pada pagi hari panglong ping 14 sasih Kapitu. Upacara dimulai pada hari menjelang malam dengan urutan sebagai berikut:
        1. Maprayascita sebagai pembersihan pikiran dan batin.
        2. Ngaturang banten pajati di Sanggar Surya disertai persembahyangan ke hadapan Sang Hyang Surya, mohon kesaksian- Nya.
        3. Sembahyang ke hadapan leluhur yang telah sidha dewata mohon bantuan dan tuntunannya.
        4. Ngaturang banten pajati ke hadapan Sang Hyang Siwa. Banten ditempatkan pada Sanggar Tutuan atau Palinggih Padma atau dapat pula pada Piasan di Pamerajan atau Sanggah. Kalau semuanya tidak ada, dapat pula diletakkan pada suatu tempat di halaman terbuka yang dipandang wajar serta diikuti sembahyang yang ditujukan kepada:
          - Sang Hyang Siwa.
          - Dewa Samodaya.
          Setelah sembahyang dilanjutkan dengan nunas tirta pakuluh. Terakhir adalah masegeh di bawah di hadapan Sanggar Surya. Rangkaian upacara Siwarâtri, ditutup dengan melaksanakan dana punia.
        5. Sementara proses itu berlangsung agar tetap mentaati upowasa dan jagra.
          Upawasa berlangsung dan pagi hari pada panglong ping 14 sasih Kapitu sampai dengan besok paginya (24 jam).
          Setelah itu sampai malam (12 jam) sudah bisa makan nasi putih berisi garam dan minum air putih.
          Jagra yang dimulai sejak panglong ping 14 berakhir besok harinya jam 18.00 (36 jam).
        6. Persembahyangan seperti tersebut dalam nomor 4 di atas, dilakukan tiga kali, yaitu pada hari menjelang malam panglong ping 14 sasih Kapitu, pada tengah malam dan besoknya menjelang pagi.

    Cerita Singkat Liburan.

    Maaf sebelumnya karena telat sekali menuliskan atau meng-update blog saya tentang liburan karena saya masih sibuk mengumpulkan foto-foto yang akan saya publish berserta dengan cerita saya saat liburan. Berikut cerita saya mulai dari awal liburan yang saya persingkat. Selamat membaca ^_^




    Liburan saya diawali pada tanggal 21 Desember. Saya, Putri Syahidna, Astri Asvinia, Cok Shara, Cahya Jayatri, dan Vera Nandya makan bersama di Bali Bakery. Itu merupakan hari yang menyenangkan untuk mengawali liburan saya, karena saya bertemu teman-teman saya dan kita berbagi banyakkkkk cerita hihihi<3



    Pada tanggal 22 Desember 2013, tentu tanggal itu tidak asing lagi bagi kita para remaja dan orangtua-orangtua di Indonesia. Yak, 22 Desember merupakan hari ibu bagi seluruh ibu-ibu di Indonesia yang bertepatan pada hari senin. Saya pribadi tentu berinisiatif memberikan ucapan kepada ibu saya dan memberikannya bunga namun sebelum saya memberikan beliau bungan dan mengucapkan selamat, pada hari Senin di pagi harinya saya, Adryan, Aga, dan Baiq Putri mampir makan di Warung Adi Sanur sekitar pukul 11.30 setelah puas sarapan pagi yang cukup berat kami melanjutkan perjalanan untuk membelikan ibu saya bunga mawar setelah itu bukannya langsung mampir kerumah tetapi kami mampir ke rumah Ajeng, awalnya hanya sekedar bermain saja tetapi tanpa kita sadari ide untuk pergi keluar pun keluar dari pikiran kita dan kita melanjutkan perjalanan, tidak lupa saya mampir untuk pulang dan memberikan ibu saya bunga yang sudah saya beli setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke tempat favorite kami yaitu Starbucks hanya untuk sekedar nongkrong di sore hari.



    Keesokkan harinya, saya tidak merencanakan hal untuk pergi namun tanpa saya sadari Adryan dan Aga membawakan saya terang bulan keju susu sabar menanti, padahal awalnya saya hanya bercanda meminta mereka membelikan saya terbul tetapi kenyataannya mereka dengan ikhlas dan gratis membawakan terbul kerumah saya saat larut malam sekitar pukul 11 malam hahaha love love<3






    Pada 24 Desember 2013nya saya, Baiq Putri, Ryan Hagens, dan sahabat saya yang datang dari jakarta ke bali Astri Asvinia berencana untuk menonton film hasil karya anak bangsa yang berjudul Soekarno, setelah itu kami melanjutkan makan malam di Sushi Kiosk yang ditraktir oleh teman saya yang ganteng yaitu Ryan Hagens hahaha terima kasih gens<3



    Tgl 25 December tepat pada saat hari raya natal, kakak saya berulang tahun, tidak lupa saya memberikan surprise bersama teman-temannya juga. Sore harinya, lagi-lagi saya pergi ke Starbucks untuk nongkrong namun kali ini saya pergi bersama Adryan dan Abim. Tgl 26 Desember saat sore hari saya mampir kerumah teman saya di PCA hanya untuk sekedar bercerita dan setelah itu saya menghampiri Adryan, Aga, Abim dan Guskris yang sedang makan malam di Kafe Betawi Mall Bali Galeria.

    Keesokan harinya, tanggal 27 Desember saya dan Ajeng pergi ke Crystal Palace 66 untuk melihat sunset, Yup, kita hanya berdua saja hahaha kita menyebutnya "sunset-dating" hihihi sambil curhat curhat gitu dehh hahahha.



    Tanggal 28 Desember saya, kakak saya, adik sepupu, dan mama saya pergi jalan-jalan ke Beachwalk dan makan di kitchenette. Tanggal 30 Desember saya pergi kerumah teman lama saya yaitu Dwita Lestari bersama Astri Asvinia dan Baiq Putri, kita dijamu sangat baik oleh Dwita hahaha kita makan banyak makanan mulai dari tipat, rujak, es campur, mie, ayam tepung, capcay dan oleh-oleh coklat yang dibawanya dari Singapore hahahaha.






    Tanggal 31 Desember 2013, yup malam tahun baru, saya habiskan bersama sahabat-sahabat saya tercinta Adryan, Aga, Abim, Budi, Guskris, Vera Nandya, Mas Bayu, Baiq Putri Syahidna di "basecamp" kami hahaha kami berencana untuk sleepover dan menyaksikan kembang api dari lantai 2. Sambil mengisi dan menunggu pergantian tahun, kami bermain kartu, tertawa bersama dan bermain dare or dare hahahah sangat sangat sangat menyenangkan!! dan tanggal 1nya pun saya pulang kerumah dan tidur.



    Tanggal 2 januari 2014 saya awali tahun 2014 dengan pergi ke roti canai bunana bersama Adryan, Ajeng, Abim, Aga, Guskris, dan Vera Nandya dan dilanjutkan makan malam di Bubur Ayam Jakarta Bang Yossi. Tanggal 4 Januari 2014 saya pergi ke Warung Rujak Gula Bali The Joglo bersama Abim, Guskris, dan Adryan.


    Tanggal 5 Januari 2014 saya, Adryan, Aga, Guskris, Abim pergi mencari pencerahan ke pantai yang sangat indah yaitu Dreamland dan kita melanjutkan makan malam di Burgerking dan pada akhir hari, seperti biasa kita pergi ke Starbucks.



    Tanggal 6 Januari 2014 saya, ajeng, cahya, abim, aga, dan adryan menghabiskan siang hari kita di Coffe Secret's dan dilanjutkan "dating-cantik" ke starbucks lagi namun hanya saya dan ajeng saja hihihi<3 . Pada tanggal 7 saya pergi ke roti canai lagi bersama adryan, aga dan abim, lalu starbucks pada tanggal 8 dan ke Warung Made menemani mama saya arisan pada tanggal 9.

    Dan akhir liburan saya, saya akhiri dengan shooting tugas bahasa inggris di rumah gita untuk melakukan beberapa scene dan sebelumnya saya lagi-lagi "dating" bersama ajeng di Kantin Parahyangan untuk makan siomay favorite kita<3 hihiii



    itu merupakan liburan TER-PADAT dan TER-ASIK yang pernah saya alami, saya sangat bersyukur bisa pergi setiap hari bersama teman-teman dan keluarga yang saya cintai dengan keadaan sehat. Suksma Ida Sang Hyang Widhi Wasa<3